Jurnal Pembangun Sebuah Dinasti

perang

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 08/06/2004

aku mungkin belum pernah bercerita bahwa aku gandrung dengan topik perang. bukan, bukan, aku bukan seorang prajurit. dulu, ya, tapi prajurit kristus. sekarang aku sudah bertobat. aku juga bukan jendral, meski sangat ingin. tapi, awas, aku tak ingin jadi jendral indonesia :), yang tak pernah berperang, kecuali memerangi bangsa sendiri tentunya.

aku juga bukan pengamat militer seperti salim said dan semacamnya, meski aku ingin. tapi bukan sekedar pengamat saja. juga memegang komando perang. semacam jendral seperti yang kusebut tadi. tampaknya sebuah pekerjaan yang mengasyikkan. membuka peta, mencoret-coretnya, merancang strategi, merunutkan sebuah serbuan; mulai dari serangan udara, gerak kapal perang, lompatan marinir, dan derap laskar darat, mengkoordinasikan manuver infanteri dengan artileri, dan seterusnya. dan yang paling memukauku adalah pekerjaan menelpon kolonel dan mayor di lapangan dan marah-marah. ya, tuhan, keren sekali.

aku tak ingin jadi kolonel, mayor, kapten, dan semcamnya, sebab pada dasarnya aku penakut. mendengar tembakan anak berandalan di kao sarn road saja aku sudah terkecing-kencing. apalagi harus menyongsong hujan peluru di medan arena. tapi aku cukup berani untuk menyongsong sebuah peluru saja. dari sniper. atau diracun. aku juga cukup kuat untuk diasingkan seperti napoleon. ya, jendral hanya pantas mati ditembak sniper, diracun, atau diasingkan. bukan dengan bertukar peluru.

sejak kapan, ya? nah, sekarang aku ingat, mungkin kegandrungan ini muncul sejak aku punya vcd. sering secara tidak sengaja pinjam film perang. pada waktu itu aku belum membedakan film perang atau detektif. yang penting film action. lalu semacam menjadi-jadi setelah aku punya komputer dan cdrom player sendiri. aku tak perlu antri vcd dengan kakakku yang senang film komedi romantis atau silat mandarin dengan mamaku. hubungan dengan film perang semakin intensif dan pribadi. dan semakin gila lagi ketika aku tak tahu apa yang harus kukerjakan setiap malam selain ke warnet. membuka-buka beratus-ratus halaman tentang perang, senjata, pasukan, dan jendral-jendral besar dunia.

yang paling sering kubaca adalah perang di abad 20. terutama perang dunia pertama, kedua, korea dan vietnam. ada alasan khusus tentang itu selain bahwa materi-materi tentang perang-perang tersebut lebih tersedia dibanding perang-perang pada abad sebelumnya. perang di abad 20 terlihat serius karena tidak ada jeda, lokasi yang jelas, dan giliran menyerang. bandingkan dengan perang bharatayudha, misalnya. kalau malam berhenti. lokasi perangnya sudah ditentukan oleh dua belah pihak (kurusetra). atau perang kemerdekaan amerika, yang lebih dekat dengan jaman kita. gerilya atau menyerang diam-diam dianggap tidak jantan. harus bertemu, berhadap-hadapan, dan gantian menembak. gila! atau konyol sebenarnya…

sedangkan alasan kenapa aku lebih suka perang-perang tersebut dibanding perang-perang sesudahnya juga tak jauh dari soal keseriusan. perang-perang zaman sekarang dan zaman yang akan datang mungkin sudah tak melibatkan banyak manusia. yang sering cuma saling bertukar rudal. perang satelit, perang bintang, perang tekhnologi. mungkin tak ada lagi jutaan tentara melompat dan berlari seperti pada pendaratan sekutu di Normandia. kurang serius…dan seru tentunya.

jendral favoritku juga jendral-jendral abad 20 seperti nguyen von giap dari vietnam, zhukov dari u.s.s.r, rommel dari jerman raya, yamashita dari jepang, dan chu teh dari cina. tentara pujaanku adalah people’s army, people’s liberation army, dan tentu saja the red army. aku tak tahu pasti kenapa aku kurang suka dengan tentara dan jendral amerika maupun inggris. padahal mereka yang paling sering diliput oleh media dan difilm-kan. mungkin pengaruh bacaan masa mudaku. mungkin aku gandrung dengan kejutan. ya, semua tentara dan jendral yang kusebut tadi penuh dengan kejutan.

aku harus jujur bahwa aku tak pernah merasa prihatin dan tersentuh ketika membaca kisah-kisah perang. padahal kebanyakan situs-situs yang kubaca dibuat demi mengingatkan generasiku bahwa perang begitu mengerikan dan tak perlu diulang kembali. aku justru merasa sangat terhibur dengan perang. mungkin ini ironi pedih bagi para veteran yang terhormat, bahwa segala perjuangan dan pertaruhan nyawa mereka hanyalah jadi hiburan bagiku dan, mudah-mudahan aku salah, generasiku.

aku akan kembali secepatnya. aku harus berperang sebentar dengan thesisku yang tak kunjung selesai. okay, captain, buka chapter ke empat untukku!