Jurnal Pembangun Sebuah Dinasti

Awet Muda

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 04/24/2016

Sejak kecil saya selalu disebut “muka boros” (keluh) atau “berwajah matang” (bohong!). Waktu kecil tentunya ini bukan masalah, bahkan sebuah keuntungan karena kebanyakan anak kecil ingin dianggap anak besar. Sampai usia 17 tahun pun, saya masih ingin dianggap lebih tua dan dapat menikmati privilese orang2 dewasa. Semuanya berbalik, seingat saya, setelah usia 25 tahun. Umur tiba-tiba rasanya bertambah dengan sangat cepat dan komentar-komentar tadi menjadi hal yang mulai bermakna. Bukan begitu, kawan2?

Hidup di UK ini membawa penghiburan besar bagi orang2 yang teraniaya seperti saya. Ketika merayakan ultah saya pada bulan November 2014, saya mengajak kawan satu flat untuk merayakan kecil2an di tempat minum di kampus. Awalnya kawan saya dari Nigeria, anak S1, baru 18 tahun, yang memesan bir untuk kami bertiga. Setelah tandas, ganti saya yang memesan untuk putaran kedua. Sang bartender meminta saya menunjukkan ID card. Kebingungan, saya bilang saya tidak punya karena bukan warga negara UK. Saat dia tanya apa ada paspor, saya bilang tidak bawa. Untungnya, sang bartender menerima SIM Indonesia saya. Dia meminta maaf setelah melihat tanggal lahir saya dan memuji saya AWET MUDA.

Rasanya saat itu juga saya ingin mengajak dia berlutut, membakar hio, dan mengadakan upacara pengangkatan saudara.

Kawan Nigeria saya menggerutu begitu mendengar cerita saya karena bartender tadi tidak meminta dia menunjukkan ID card. Sepulang dari situ saya mempelajari bahwa di UK usia legal untuk membeli alkohol adalah 18 tahun. Namun demikian ada kebijakan yang disebut Challenge 21 dan diikuti Challenge 25. Penjual berhak dan wajib meminta pembeli untuk menunjukkan ID jika diduga usianya di bawah 21 tahun atau 25 tahun. Kebijakan ini mencegah muka boros yang berusia di bawah 18 tahun memanfaatkan keborosannya untuk membeli alkohol dan barang2 sejenis. Artinya, keawetan muda saya tergolong absolut di sini.

Jadi, seboros2nya muka orang Indonesia, dan mungkin Timur Jauh lainnya, kita ini masih tergolong imut dan menggemaskan bagi orang2 Eropa. Waktu saya ceritakan ini ke istri yang waktu itu masih di Indonesia, dia tidak percaya. Imannya terhadap citra awet muda sang suami menjadi teguh sejak dia menyaksikan dengan mata-kepala sendiri bagaimana kasir Wilko meminta saya menunjukkan ID saat membeli pisau dapur. Dia sendiri menikmati pujian ini berulang kali di sini. Jika ada kesempatan, silakan mencoba sendiri. Kalau tidak minum bir atau memerlukan pisau, cobalah membeli selai kacang. Salam awet muda!