Jurnal Pembangun Sebuah Dinasti

semarang kembali

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/27/2008

akhir minggu kemarin berakhir dengan anti klimak (atau klimak?). aku berharap puncak dari segala kesibukan (kesibukan, catat, bukan produktifitas hehe) di minggu lalu adalah pemecahan rekor tidur di akhir pekan. aku belum bisa menembus angka 15 sampai saat ini.

malang tak dapat di tolak, untung tak dapat disangkal (abu-abu, gitchu). beberapa hari menjelang akhir pekan, humas menghubungiku mencari dosen yang mau menjaga pameran di jawa pos edu expo pada hari minggunya. karena tak ada yang bisa, tuan sekretaris seperti biasa harus turun langsung ke medan kurusetra untuk ber-barata yudha jaya binangun (halah3x hehe). ini tentu menodai pemecahan rekorku. tapi aku masih menyimpan harapan kemenangan pada hari sabtu.

pada hari jum’at kabar duka melawat prodi kami. ibunda salah satu dosen kami meninggal dunia di semarang. tuan sekretaris mempersiapkan apa yang harus dikerjakan dan mengawal langsung kunjungan simpati ke semarang. sudah cukup lama tak mengunyah udara yang pernah merawat dan membesarkan tan peng liang. ah, semarang, kota perca-perca kenangan. tujuan ini sendiri sudah cukup menjadi bahan gurauan sebelum dan sepanjang perjalanan bagi kawan-kawan yang mengetahui sepenggal kisah tuan sekretaris…hehehe. aku tak bisa membayangkan jika saja mereka tahu bahwa ada paling tidak tiga penggal cerita yang menyudutkanku dengan kota magnet itu…hehe.

anyway, gurauan-gurauan mereka memberitahu satu hal yang penting bagiku. selama ini aku tak tahu seberapa jauh aku telah berjalan. seberapa jauh aku telah sembuh setelah dilukai oleh kehidupan (halah3x, cak2x…hahaha). hanya dugaan-dugaan tanpa pengujian. puji semesta, yang aku rasakan hanyalah keindahan belaka. rasa syukur sekaligus bangga telah melewatinya. tak ada kesedihan dan kekecewaan seperti pada tahun-tahun yang mendebarkan. pada akhirnya aku justru yang menjadikannya bahan gurauan di dalam mobil. aku rupanya telah memugar kenangan.

anyway, perjalanan ke semarang cukup lama. kami berangkat pukul 08.00 dan baru tiba pukul 17.30! berhenti sebentar di rembang untuk makan siang. jalur pantura demikian memprihatikan meskipun jalur ini demikian penting bagi kehidupan ekonomi penduduk jawa. mungkin kita harus malu dengan daendels yang kita hujat pada setiap pelajaran sejarah. olok-olokan kepadaku banyak membantu meringankan kelelahan kami. kami juga merasa jauh lebih dekat dan akrab lewat perjalanan ini. ada yang bercanda ini lebih efektif dibanding social gathering di trawas ahaha. sulit memang menemukan waktu bersama-sama dengan kawan sekerja.

waktu tempuh itu tak sebanding dengan agenda utama kami. kami praktis hanya melayat selama 1 jam. bersyukur keluarga duka tampak siap menghadapi kehilangannya. mungkin karena usia yang meninggal sendiri sudah sepuh dan sudah koma cukup lama. kematian telah membebaskan beliau dari segala penderitaan dan ketidaknyamanan bumi manusia. btw, aku sempat terlibat diskusi seru mengenai teori kompleksitas dan elektra komplek dengan suami kawan dosen itu. ah, ilmu pengetahuan memang tak mengenal waktu dan tempat.

kami harus kembali malam itu juga. kampus hanya menyediakan kendaraan tanpa penginapan. itupun hanya untuk satu hari. sebelum pulang kami menyempatkan diri untuk melampiaskan jiwa njajan kami yang tak kunjung padam hahaha. yang pertama berburu bandeng dan moci di bandeng juwana. cukup lama untuk menemukan tempat itu. sebagai yang dianggap paling tahu semarang, tentu aku harus menerima nasib menjadi korban olok-olokan. apalagi yang mampu kuingat dan tunjukkan ke mereka hanyalah hotel dan penginapan saja hahaha.

sesudah itu nekat berburu swike dan es cong lik yang kami tak tahu betul di mana lokasinya. semesta selalu ramah kepada orang-orang yang berkeinginan keras terhadap makanan hahaha. seorang engkoh dan tacik di juwana menawarkan diri untuk mengantar kami. ternyata tempatnya bernama semawis. ini adalah pusat makanan tionghoa di daerah pecinan di semarang. semacam kya-kya di surabaya. tapi semawis jauh lebih ramai dan membumi suasananya. anyway, swike-nya, ya ampyun, lezat banget. ada versi kuah dan goreng. aku sendiri makan yang kuah. maklum, belum tanggal 27 hehehe. yang lain dua-duanya. membungkus segala.

lepas dari kodok, kami dicederai oleh es puter. ya, es cong lik itu ternyata es puter dengan macam-macam rasa seperti durian, sirsak, kopyor dan “masih banyak lagi yang lainnya” (hormat kepada bang haji). kali ini tuan sekretaris menunjukkan kebejatan aslinya dengan memesan dua mangkuk. satu durian, satu sirsak. pokoknya: fresh your mother (sweger makmu! hehehe).

dengan perut seperti tong edan, kami kembali ke surabaya. kami baru tiba pukul 05.30. sampai di sini aku masih belum bisa melampiaskan ngantukku yang biadab. siang itu juga aku harus menjaga pameran di tp. tunggu ceritanya.

kata mereka kalian mahasiswa

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/19/2008

pulang cukup larut hari ini. berjingkat-jingkat dengan ringan ke motorku. di mana keluhan-keluhan yang lalu? ingin tersenyum kepada jalan dan siapa saja dalam arusnya. sebuah truk tercangkul di jembatan layang. kemacetan menodongku ke kanan. bermanuver tanpa henti, menetapkan sedikit ruang antara roda ngeri dan tubuh empuk ini. mengkunyah-kunyah debu dan merangkai notasi klakson di telinga. ini gembira belum bertemu musababnya.

menambah kelebat bayangan di lanskap hitam. di depan sebuah pabrik kayu, terguyur ratusan wajah, kalian yang teruna, orang-orang tercinta, yang bergelantungan di angkasa, yang tak paham betul arti takut, yang gemar mencoba kesalahan, yang rela mendengarkanku, yang mau bertanya sampai membiru. bangun aku dalam katarsis yang tak pernah:

terima kasih, kawan, telah memberikanku pekerjaan terbaik di dunia 🙂

chika: heroisme atau tanggung jawab?

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/18/2008

salah satu yang belum betul-betul kuhentikan adalah menyalahkan dunia atas hal buruk yang menimpa diriku. yang terakhir adalah tentang jumlah mahasiswa di tempatku yang tak kunjung terpental ke atas. ini tentu tak baik sebab pertama-tama ini tak konsekwen dengan hasil pemikiranku sendiri. sudah cukup lama sebenarnya kuambil kesimpulan bahwa tak ada hal buruk yang terjadi tanpa peranku di dalamnya, sedikit atau banyak, dalam pikiran atau tindakan. ini sudah pernah kutulis saat aku mencangkul makam swami vivekananda akhir tahun yang lalu. yang kedua, jika aku menyalahkan dunia, hampir bisa dipastikan tak akan ada perubahan, apalagi perbaikan. dunia berada di luar kendaliku, apa yang bisa kulakukan?

tapi, kata chika: “sebenarnya kamu sudah banyak mengalami kemajuan. lihat saja ucapan dan, terutama, tulisanmu. sulit untuk menunjukkannya dari ucapan sebab kamu dan aku sendiri mungkin lupa. tapi aku bisa menunjukkannya dengan mudah dari apa yang kau tulis. jika kamu perhatikan, kamu lebih sering menulis tentang dirimu sendiri dibanding orang lain. itu artinya kamu lebih suka memikirkan dirimu sendiri…hehehe. kamu tak punya waktu untuk memikirkan orang lain, apalagi menyalahkannya…hihihi.

…kamu begitu mencintai masa lalumu hingga sering membuatku marah-marah…hihi. kamu suka memaknai apa yang telah lewat dengan macam-macam, seringkali lebih dari seharusnya. kebanyakan tentang kesalahan-kesalahanmu. aku sering berfikir kamu terlalu keras kepada dirimu sendiri. sok heroik…hehe. kamu jarang menulis apa yang sudah dilakukan orang lain padamu, apalagi menyalahkannya. itu juga yang sering membuatku cemburu…hihihi.”

ah, chika, aku tak tahu harus bangga atau sedih mendengar apa yang kamu katakan. aku tak tahu kamu tengah memuji atau mencelaku. andai saja kamu tahu baru kemarin aku menyalahkanmu, meski hanya dalam pikiran, atas hilangnya sebuah kesempatan besar karena menunggumu potong rambut dengan jutaan permintaan.

but, you look great 😛

dari foto

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/15/2008

di sela-sela kekacauan ini aku menyempatkan diri untuk mengumpulkan foto-foto lama yang tercecer di sana-sini. terutama dalam mailbox. kiriman kawan-kawan di masa lalu. gambar-gambar yang baik. jauh lebih bagus dari waktu pertama kali pertama kali melihatnya. selalu seperti itu. aku tak tahu persis kenapa. tapi mungkin karena keadaan fisikku tak semakin membaik dengan bertambahnya usia. jadi seburuk apapun keadaanku di foto-foto itu, itu masih lebih baik dari yang sekarang…hehe.

bukan dalam semangat self-pity, sejak remaja aku sudah sadar bahwa kerupawanan tidak berada di pihakku. saat masa itu menjelang, segala kelucuan dan keimutan kanak-kanak yang pernah dipuja orang tua, saudara, kawan dan tetangga hilang tak berbekas. dan aku tumbuh jauh lebih cepat dari kebanyakan kawan sebayaku…alias cepat tua…haha. jika ada yang mengatakan bahwa aku tumbuh lebih baik, itu adalah suara minoritas absolut. suara orang berseru-seru di padang gurun. satu di antaranya adalah kawan kuliahku dulu. katanya aku dulu dekil dan bau namun sekarang lebih parlente dan baunya lebih manusiawi…haha. yang lain adalah tukang potong rambut langgananku di depan balai desa. kumisnya tebal seperti orang arab tapi sukanya mencubit-cubit putingku sambil mendesis-desis tak jelas. katanya aku tampak jauh lebih muda dari usiaku. sungguh, aku lebih memilih untuk percaya pada suara mayoritas.

aku tak akan munafik dengan mengatakan bahwa kerupawanan itu tidak penting gara-gara aku tak memilikinya. jika boleh memilih, tentu aku ingin memilikinya juga. dalam kehidupan sehari-hari aku melihat bahwa hal itu banyak membantu pemiliknya baik dalam hal bertahan hidup dan hubungan sosial. berbahagialah mereka yang memilikinya dan semoga dapat memanfaatkannya demi kesejahteraan umat manusia…hahaha. tapi aku juga menyadari bahwa kelemahan dalam satu hal bisa tertopang dalam hal lain. semua memiliki modal untuk bertahan dan berkembang. seperti situasi multiple intelligence..lah. dan hari demi hari aku belajar untuk mengembangkan apa yang kumiliki.

tapi, jika ada yang tertarik bertanya lalu apa kekuatanku yang utama, jujur aku sendiri tak tahu pasti sampai sekarang…hehe. jika aku pernah menyampaikannya, itu pasti dalam rangka wawancara kerja, beasiswa, dan semacamnya. aku tak punya banyak pilihan dalam situasi-situasi semacam itu. mungkin benar kata sebagian orang bahwa mengenali diri sendiri adalah pekerjaan seumur hidup dan, bahkan, sesudah mati.

Liputan "Tour de Java"

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/14/2008

“Lukisan Hati Melalui Puisi”
Tour De Java

segalanya adalah engkau
yang mencintaiku bagaikan tuhan
enggan dibagi atau terbagi
dengan apa dan siapapun:
aku pun menyaksikan segalanya
setelah kau butakan mataku

Penggalan Sajak berjudul “Seperti Tuhan” itu dibacakan dengan khidmat oleh Aan mansyur dalam acara Tour De Java yang diadakan pada hari rabu (9/4) di ruang theater UK Petra. Aan mansyur adalah penulis puisi dari makasar yang sedang melakukan tour di Pulau Jawa. Aan Didampingi oleh Faizal Kamandebate, penyair dari Cilacap (Jawa Tengah). Mereka bersama-sama membagi rahasia bagaimana menulis sebuah puisi. “Membuat puisi bagi saya bukanlah sebuah beban. Sebab membuat puisi sama saja dengan menuangkan keresahan hati,” ujar aan.

Sekitar 50 orang memdatai ruang theater UK Petra saat itu. Mereka berasal dari berbagai universitas di Jawa Timur, antara lain dari STIBA, Satya Widya, Unitomo, dan STIESIA. Dwi Setiawan, Sekretaris Jurusan Sastra Inggris, menuturkan bahwa tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk memperkenalkan sastra berbahasa Indonesia dari daerah dan pulau di luar Jawa kepada mahasiswa Jurusan Sastra Inggris dan Masyarakat Surabaya. Selain itu, melalui kegiatan tersebut, mahasiswa Jurusan Sastra Inggris bisa memperoleh perbandingan atas puisi-puisi yang mereka pelajari di kelas selama ini.

Robert

http://www.petra.ac.id/dwipekan/Content.php?Topic=Seputar&ID=51

kamis

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/08/2008

hari ini aku memberhentikan diri untuk datang ke sekolah. kamis adalah waktu terbaik bagiku untuk mengambil cuti yang cukup jarang kunikmati. jum’at terlalu penting untuk kutinggalkan sebab kebanyakan kegiatan di tempat kerjaku berpusat di hari itu. tak seperti tuhan seru sekalian alam, aku berhenti di hari keempat, enam, dan tujuh. betapa beruntungnya menjadi ciptaan.

kali ini aku tak sekedar beristirahat setelah bekerja di dua tempat, dua atasan, tapi dengan satu seperempat gaji…hehe…aku ingin menjenguk seorang kawan luka sebaya yang kecelakaan. aku bangun cukup pagi tapi baru ke rumahnya agak siang. selain menunggu dia pulang periksa dari rumah sakit, aku sibuk memecahkan kode-kode mimpiku tadi malam. mimpi yang menarik. aku bermimpi membongkar kuburan cina dan membakar satu truk tebu…hehehe. mimpi itu baru terkulai pada pukul 12 siang.

aku sampai di rumah kawanku pada pukul dua. tempat dengan nama paling puitik di seantero dunia: tanggulangin. tanggul angin. indah sekali di kepalaku. mungkin hanya mampu ditandingi oleh nama tempat tinggal pemimpin timor leste: istana debu. anyway, tak ada kesedihan sama sekali dalam kunjunganku. kami langsung bercanda sejak bertemu. tak ada yang mampu membenamkan kemampuan kererian dalam menemukan sisi jenaka dari setiap celaka. sedikit sekali berbicara tentang kecelakaan dan keadaannya. lebih banyak berbagi tentang keluarga, pekerjaan, kawan-kawan, dan tentu saja mimpi-mimpi kami. hari kami dilipat dengan beberapa bungkus nasi bebek yang lezat.

aku pulang dengan kesegaran baru. sayang sekali tukang potong rambut di depan balai desa tak mau menungguku. gondrong sampai akhir pekan.

sabtu: nenek dan mas nanang

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/06/2008

nenekku yang budiman berkata padaku bahwa beliau akan pergi ke rumah sepupuku sabtu depan. aku baru menyadari bahwa beliau sudah tinggal cukup lama di rumah kami. jika tidak salah hitung sudah lebih dari semester. mungkin ini yang paling lama sepanjang sejarah pondok air mancur. aku akan merindukan cerita-ceritanya saat menemaniku membuat catatan-catatan ini. cerita-cerita yang sama, cerita-cerita yang diulang ribuan kali, cerita-cerita yang kuhafal sampai jeda nafasnya, cerita-cerita yang sering kuselesaikan saat beliau sibuk mencari kata-kata.

jika kupikir-pikir, sebenarnya kita tengah melakukan hal yang sama. sama-sama ingin meninggalkan jejak untuk yang datang sesudahnya, sekecil dan sebodoh apapun itu. pasti berguna bagi mereka suatu saat. bedanya adalah aku diberi kelebihan melek huruf dan bisa memakai komputer sementara beliau hanya bisa menulis namanya saja setelah aku berikan kursus singkat dan berlatih sendiri dengan sobekan almanak dengan ketekunan yang mengerikan. namun seperti pak pram saat belum boleh menulis dan mendapat sumbangan mesin ketik, nenekku tak mau menyerah dan menghunus bahasa lisan. nek, jika pak pram pernah berkata “menulis adalah tugas nasional”, aku ingin berkata bahwa bercerita adalah tugas seluruh umat manusia. dan nenek sudah melakukannya dengan luar biasa.

sabtu ini aku juga akan kehilangan sahabatku yang sudah menemaniku dengan setia sepanjang tahun-tahun yang mendebarkan. setelah kegagalan demi kegagalan, dia sudah melihat bayangan piramidnya di kalimantan. senang sekali berkesempatan meminjamkan sang alkemis yang menguatkannya jauh di luar yang kuduga. semoga dia seberuntung santiago sang gembala pejuang. beruntung sekali pernah berjalan berdampingan tangan dengan tangan dengannya dalam satu tikungan waktu. berganti memanggul ransel yang lain saat empunya terseok-seok kelelahan. pernah kutulis di sini: “yang satu tuna karya, yang lain tuna cinta”…hahaha. seperti yang baik, yang buruk pasti juga berakhir. berat tentu kehilangan kawan ngopi tiap malam. warna malamku sepanjang 3 tahun terakhir akan berubah mulai minggu depan. namun apa yang lebih menggembirakan dari melepas yang terkasih mendekap jerih-darahnya? selamat jalan, mas nanang. hidup sederhana, bekerja sekeras sang pemula.

tak cukup waktu

Posted in Uncategorized by dewey setiawan on 05/04/2008

kepada kalian yang kusembah sejak kecil…tak cukup waktu, tak cukup waktu. kapal moyang telah menelikungku tanpa aku sadar dan kini aku menghitung jarak sauh menggeletar. tapi apalah guna bersesal-sesal, yang terkasih. sudah heran yang kita lakukan. sudah ngeri yang kita daki. tak cukup waktu, sungguh tak cukup waktu. segera berlalu ini angkatan, segera.

aku belum dibungkus dan ditanam di dasar lautan, tentu saja. bukan maksudku menulis elegi atau obituari. cuma untuk apa yang kita doa punyai, elok nian berlaku satu kali. demi cintaku ke kalian, aku akan mencintai hati mereka. tak cukup waktu, sayang, sungguh tak cukup waktu.

kata adalah mantra. aku harus berhenti di sini saja. menjadi pembangun dinasti. bukan aku yang memberi warna-warna. mungkin puteri-putera kami. tak cukup waktu, sayang, sungguh tak cukup waktu.